Cerita Kelompok Tani Boga Lestari Untuk Lawan Tengkulak

Sebagai negara agraris, sudah seharusnya negara mampu memberikan sokongan terhadap pertanian di Indonesia untuk menciptakan pertanian yang lebih baik terutama dalam menjalankan pertanian berkelanjutan.

Namun nyatanya, menjalankan pertanian berkelanjutan sendiri tidaklah mudah di masa sekarang ini. Salah satunya yang dialami oleh para petani dari Kelompok Tani Boga Lestari, Jakiman menuturkan bahwa menjalankannya sendiri memang tidak mudah.

Permasalahan yang kerap terjadi seperti harga tanah yang melambung tinggi, alih fungsi lahan pertanian juga meningkat hingga 250 hektar pertahun.

Bantuan Untuk Pencegahan Alih Fungsi Lahan Pertanian

Alih-alih pencegahan tersebut, kini mereka akan menjaga lahan pertanian walau hanya tinggal 500-1000 meter persegi. Ia juga mengatakan, pembinaan dari pemerintah dan program CSR Jaminan Pangan Masyarakat (Japangmas) sangat membantu para petani. Petani diberi tambahan modal usaha berupa subsidi sebesar Rp 50 ribu

Baca Juga : Hadapi Resistensi Hama, Kementan Anjurkan Petani Pakai Pestisida Sesuai Dosis Anjuran

“Jika per petani membayar 50 ribu ditambah 50 ribu subsidi dari Japangmas, per anggota punya penanaman modal 100 ribu. Kami gunakan itu untuk beli gabah dan jual (beras),” kata dia.

Selain subsidi modal usaha, CSR Pertamina juga perluasan lantai jemur dan atap sekitar 120 meter persegi, pembangunan gudang jampamas seluas 6×12 m, dan tiga gilingan padi skala rumah tangga.

Permainan Rantai Distrubisi Menjadi Masalah Bagi Petani

Rahmad Febriadi selaku Operation Head Terminal BBM Rewulu mengatakan bahwa masalah tata niaga adalah penyebab utama kemiskinan petani. Panjangnya rantai distribusi membuat petani tidak dapat merasakan hasil panennya sendiri. Petani sendiri juga tidak memiliki kemampuan untuk menguasai rantai distribusi akibat kemampuan yang dimiliki juga tidak mumpuni.

Akibatnya petani semakin terjepit yang menekan harga jual gabah sementara dari pembeli ke tengkulak membeli beras dengan harga tinggi.

Hasil panen gabah petani setidaknya harus melalui lima rantai distribusi yaitu penebas, tengkulak, juragan, distributor dan warung untuk kemudian sampai kepada konsumen. Setiap mata rantai, tentu akan mengambil keuntungan masing-masing. Jika setiap mata rantai mengambil keuntungan 10-20 persen saja, maka harga pada tingkat konsumen akan melonjak 50-100 persen ditambah dengan ongkos produksi atau biaya operasional.

Pengelolaan Mandiri Oleh Petani Menjadi Solusi

Untuk mengatasi hal tersebut, pengelolaan dan distribusi gabah harus dilakukan secara mandiri oleh para petani. Dengan demikian petani dapat meraup keuntungan yang selama ini selalu dirasakan oleh tengkulak, bukan di petaninya sendiri.

Baca Juga : Pentingnya Pembukuan Akuntansi untuk Petani

Para petani di Desa Argomulyo, seyogyanya ingin mengolah hasil panen sendiri serta menjualnya kepada masyarakat secara langsung, namun terkendala dengan peralatan, teknologi dan juga modal usaha. Karena itu, dengan terpaksa semua diserahkan kepada tengkulak. Hasil panen langsung dijual di sawah, bahkan beberapa petani ada yang menjual padi dalam kondisi masih hijau atau dikenal dengan istilah ijon.

Program Japangnas Untuk Kemandirian Desa

Cita-cita dan keinginan para petani Desa Argomulyo, akhirnya mulai terlaksana dengan hadirnya Japangmas untuk mewujudkan Desa Agrisbisnis Mandiri. Program yang diinisiasi TBBM Rewulu, PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region IV ini, diluncurkan di Rumah Produksi Benih Padi dan Kelompok Tani Boga Lestari, Desa Argomulyo, pada 10 Mei 2018.

“Para petani bisa menikmati harga gabah sesuai harga pasar bahkan lebih tinggi 10 persen,” kata dia.

Baca Juga : 5 Jenis Singkong Ini Memiliki Keuntungan Melimpah untuk Petani

Padahal, biasanya harga gabah jatuh saat panen raya tiba, akibat ulah tengkulak yang menekan harga gabah serendah mungkin. Sementara harga jual beras, karena terpotongnya mata rantai tengkulak, juga menjadi lebih murah hingga 13 persen.

Untuk menyukseskan Desa Agribisnis Mandiri, Pertamina mengucurkan dana Rp 800 juta – Rp 900 juta per tahun. Program ini pun dijalankan dengan kolaborasi antara TBBM Rewulu, Joglo Tani dan kelompok tani Desa Argomulyo.

“Dana CSR tersebut antara lain digunakan untuk pembangunan dan perluasan tempat penjemuran gabah, pembelian mesin giling padi, pengemasan beras hingga distribusi beras ke masyarakat,” pungkas Rahmad.

Disadur dari Media Indonesia


Nah itu dia sedikit ulasan Cerita Kelompok Tani Boga Melawan Tengkulak. Nah bagaimana dengan kamu? Apakah petani didaerah kamu sudah sejahtera?

Baca Juga : Pangan Murah Petani Sejahtera, Benarkah?

Ingin menjual hasil panen kamu langsung ke pembeli akhir? Silahkan download aplikasi Marketplace Pertanian Pak Tani Digital di sini.

Butuh artikel pertanian atau berita pertanian terbaru? Langsung saja klik di sini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.