Urgensi Revitalisasi Koperasi Pertanian

Mimpi Indonesia sebagai Negara Adidaya Pertanian

Rakyat Indonesia pastinya sudah mengetahui bahwa Indonesia merupakan Negara yang berswasembada beras pada masa orde baru. Lalu bagaimana dengan sekarang setelah dua dekade Indonesia memasuki masa reformasi? Indonesia saat ini tidak lagi mendapat predikat swasembada, justru malah mengimpor beras. Euforia swasembada hanya bertahan beberapa tahun, mengapa? Karena Indonesia saat itu berambisi menjadi Negara industri. Namun, yang terjadi adalah industrialisasi ini malah kemudian menelantarkan pembangunan pertanian selanjutnya. Padahal, bila pola pikir industrialisasi yang dibangun adalah industrialisasi pertanian dari sektor hulu ke hilir, maka Indonesia saat ini bisa saja tidak hanya menjadi Negara yang berswasembada beras, tetapi juga swasembada pangan.

padi

Memasuki masa reformasi, beras semakin banyak diimpor, bahkan buah-buahan dari luar juga mulai menguasai pasar, daging  sapi, kedelai, bawang, dan banyak lainnya termasuk garam pun masuk dalam daftar impor. Mirisnya, Indonesia sejak dulu juga mengklaim dirinya sebagai Negara agraris, yang notabene merupakan Negara yang subur karena curah hujan dan terik sinar matahari. Masalah pembangunan pertanian memerlukan dukungan Negara terhadap penguasaan oleh petani rakyat, dukungan infrastruktur, dan dukungan modal. Keberpihakan kebijakan pertanian yang  diperlukan di tingkat Peraturan Pusat dan Daerah (Perda) dengan membuat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pertanian yang jelas.

Indonesia sejatinya merupakan Negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016, diketahui bahwa 32,88 persen penduduk Indonesia yang berumur >15 tahun bekerja pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Selain itu, berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2015 diketahui bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi tertinggi setelah industri pengolahan yaitu sebesar 13,52 persen dari total keseluruhan aktvitas ekonomi. Selama periode 2013-2017, akumulasi tambahan nilai PDB sektor pertanian yang mampu dihasilkan mencapai Rp 1.375 Triliun atau naik 47 persen dibandingkan dengan tahun 2013. Selanjutnya, pada tahun 2018, nilai PDB mencapai 395,7 triliun dibandingkan Triwulan III tahun 2017 yang hanya 375,8 triliun.

Minim Permodalan, Minim Akses Pendanaan

Sektor pertanian memainkan peran yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi, diantaranya sebagai penyerap tenaga kerja, kontribusi terhadap produk domestik bruto, sumber devisa, bahan baku industri, sumber bahan pangan dan gizi, serta pendorong bergeraknya sektor- sektor ekonomi riil lainnya. Walaupun perannya sangat strategis, sektor pertanian masih menghadapi banyak permasalahan, salah satu yang paling penting adalah keterbatasan permodalan petani dan pelaku usaha pertanian lain.

sawah pertanian

Akibatnya sarana produksi (saprodi) pertanian menjadi rendah, inefisien skala usaha karena umumnya berlahan sempit, dan karena terdesak masalah keuangan menajadikan posisi tawar (panen) lemah. Padahal sarana produksi yang baik sangat penting karena digunakan  dalam proses awal pembukaan lahan, budidaya pertanian seperti pemupukan, pemeliharaan tanaman dan lain-lain sampai dengan proses pemanenan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari sarana produksi dalam bidang pertanian adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja petani merubah hasil yang sederhana menjadi lebih baik.

Sarana produksi pertanian (saproktan) terdiri dari bahan yang meliputi benih, pupuk, pestisida, zat pengatur tumbuh, obat-obatan, dan peralatan lain yang digunakan untuk melaksanakan produksi pertanian. Sarana-sarana tersebut harus sudah dipersiapkan sebelum memulai kegiatan sarana budidaya tanaman. Selain itu, produk yang dihasilkan petani relatif berkualitas rendah karena umumnya budaya petani di pedesaan dalam melakukan praktek pertanian masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan keluarga (subsisten), dan belum berorientasi pasar.

Perbankan nasional, secara teori memiliki potensi sangat besar sebagai salah satu sumber pembiayaan sektor pertanian. Namun, fakta menunjukkan bahwa secara umum ada kecenderungan perbankan nasional kurang antusias untuk menyalurkan kredit ke sektor pertanian.

Selama tahun 2011-2015, pangsa kredit perbankan ke sektor pertanian rata-rata hanya 5,76 persen. Dari sisi perbankan, rendahnya alokasi kredit ke sektor pertanian disebabkan oleh beberapa hal diantaranya (1) perbankan memandang sektor pertanian sangat berisiko, (2) pihak perbankan ada yang trauma dengan pengalaman Kredit Usaha Tani yang kurang baik, (3) banyak perbankan yang tidak mempunyai cukup pengalaman menyalurkan kredit di sektor pertanian, (4) dominasi usaha mikro-kecil memiliki kelemahan dalam manajemen dan pembukuan (non- bankable), serta (5) adanya risiko sosial dan status lahan yang kurang kondusif bagi perbankan.

Sementara di sisi lain, pelaku usaha pertanian memiliki citra bahwa meminjam modal di perbankan sangat kompleks prosedurnya, sehingga kurang terdorong untuk mengajukan kredit. Penyediaan agunan merupakan persoalan yang paling sulit untuk dipenuhi oleh pelaku usaha pertanian. Perbedaan nature usaha, minimnya informasi serta belum optimalnya komunikasi antara sektor pertanian dengan perbankan juga menjadi kendala yang tidak kalah penting untuk dicarikan solusinya yang tentu saja harus menguntungkan kedua pihak.

Rendahnya minat perbankan menyalurkan kredit ke sektor pertanian dikarenakan sektor pertanian tidak memberikan benefit yang diharapkan oleh bank, baik dalam hal pengembalian maupun jaminan kredit. Sifat dari bisnis sektor pertanian yang musiman membuat pihak perbankan kesulitan dalam menghitung risiko bisnis yang terjadi pertimbangan utama dalam menyalurkan kreditnya. Sifat komoditas pertanian yang secara umum tidak seragam, mudah rusak atau busuk, banyak membutuhkan ruang penyimpanan, dan harganya tidak kompetitif dengan produk luar membuat perbankan ekstra hati-hati dan cenderung menutup diri.

BACA JUGA: Petani, Buruh Tani atau Juragan Tani? Siapa yang Miskin Sesungguhnya?

Untuk menjawab permasalahan keterbatasan akses petani terhadap sumber permodalan, kemampuan fiskal pemerintah yang terbatas, serta keengganan perbankan untuk memberikan kredit kepada petani, maka perlu ada upaya untuk lebih mengoptimalkan potensi lembaga keuangan yang dapat menjadi alternative sumber dana bagi petani di pedesaan. Salah satu bentuk lembaga keuangan non-bank yang sudah cukup akrab di kehidupan petani adalah koperasi. Koperasi yang dapat dikategorikan sebagai lembaga pembiyaan adalah koperasi simpan pinjam.

Koperasi bagi petani sangat penting terutama dalam peningkatan produksi dan kesejahteraan petani. Koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Selain itu, koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya terhadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa. Para petani yang menjadi anggota koperasi dapat lebih mudah dalam menangani risiko seperti pengaruh iklim, heterogenitas, kualitas produksi dan sebaran daerah produksi. Para petani anggota juga lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas sumberdaya mereka.

Semangat Merevitalisasi Pertanian Nasional

Di era Orde Baru, ada beberapa program yang khusus difokuskan untuk sektor pertanian seperti Kredit Usaha Tani (KUT), Bimbingan Massal (Bimas), dan Intensifikasi Massal (Inmas). Sementara Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ada saat ini dinilai belum optimal memberikan layanan kepada petani. Semenjak masuk era reformasi peran koperasi secara umum seakan mengalami kemunduran, hanya model konsep Koperasi Unit Desa (KUD) yang masih dapat diandalkan menopang para petani dan peternak.

sawah pertanian

Seiring dengan semangat memajukan pertanian Indonesia, tahun 2017 lalu Bapak Presiden meminta adanya konsep koperasi petani modern sebagai alternatif pendanaan bagi para pelaku usaha tani. Sukabumi menjadi percontohan kesuksesan koperasi tani modern melalui PT. Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR).

Koperasi tani ini mendapat banyak apresiasi karena tidak hanya sebagai koperasi tani, namun juga menerapkan konsep korporasi petani yang dilakukan secara menyeluruh dari mulai pengolahan sampai penjualannya. Hal ini termasuk pengemasan yang modern dan menarik sehingga bisa masuk langsung ke industri retail. Dalam skala yang besar ada economic skill dikerjakan dengan cara-cara modern, mulai dari proses packing secara modern hingga masuk ke penjualan retail. Dengan cara seperti ini, petani diajak berkelompok dalam sebuah skala industri.

Koperasi ini juga melakukan proses pengolahan beras dari hulu ke hilir dengan menggandeng para petani sekitar. Selain itu, koperasi juga memberikan pendampingan selama masa tanam termasuk menyediakan pinjaman modal.

Sistem penanaman juga dilakukan secara modern dengan melibatkan teknologi modern untuk mengetahui lokasi lahan, kondisi lahanan, termasuk sistem pemasarannya yang dilakukan secara online. Saat ini, 1.000 hektar lahan pertanian yang ada di Sukabumi telah tergabung dalam jaringan koperasi tersebut. Dengan jumlah lahan tersebut, dibutuhkan sekitar Rp 48 miliar untuk mengoperasikan lahan. Target yang dicanangkan Bapak Presiden adalah pada skala 5 ribu hektar yang kurang lebih memiliki nomal Rp 254 miliar.

Saat ini pada tahun 2019 lalu, kementerian Koperasi dan UKM mengembangkan  korporasi petani model koperasi untuk hilirisasi pertanian. Inti konsep ini adalah koperasi petani dapat mengembangkan industrinya sendiri untuk memberikan nilai tambah bagi hasil pertaniannya. Dengan demikian koperasi dapat berperan sebagai penyangga, sehingga petani terlindungi dari permainan harga yang dapat menyebabkan kerugian bagi petani.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Prof. Rully Indrawan, mengatakan sangat yakin koperasi petani mampu mengembangkan konsep industrialisasi dalam menjalankan usahanya untuk kesejahteraan petani sebagai anggota koperasi. Presiden Jokowi juga memberikan arahan petani harus masuk ke industri karena di sanalah terjadi proses pertambahan nilai. Dengan cara itu, Rully yakin dapat menjadikan petani sebagai penikmat terbesar dari nilai tambah yang tercipta dari proses pengolahan komoditi menjadi produk jadi atau bahan setengah jadi.

Rully menegaskan upaya mendorong petani ke arah industri sudah banyak dilakukan. Namun, dengan melalui konsep baru korporasi pertanian sebagai entitas bisnis dapat menjadi kekuatan baru yang dapat mengikat petani dan koperasi. Itulah sebabnya, model korporasi ini menjadi wadah investasi sendiri bagi petani untuk mengembangkan produknya dan lebih kreatif dalam menghilirisasi produknya.

BACA JUGA: Petani Milenial, Tumpuan & Masa Depan Pertanian Indonesia

Kemenkop dan UKM telah bekerja sama dengan Agriterra dari Belanda untuk mendampingi koperasi mengimplementasikan konsep ini. Rully berharap kerja sama ini bisa menjadi pilot project untuk mengembangkan sektor pertanian di berbagai daerah di Indonesia yang memiliki potensi sangat besar.

Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kemenkop dan UKM, Victoria br Simanungkalit mengatakan momen ini sangat baik untuk sekaligus mengajak peran berbagai pihak untuk berkolaborasi dan menjadikan paradigma baru bahwa koperasi adalah lembaga ekonomi yang berbadan hukum yang mampu mengangkat para petani untuk maju.

Adanya program ini harapan selajutnya adalah pembangunan ekonomi mulai dari level pedesaan yang sejalan dengan konsep pemerintah saat ini. Ia juga berharap dengan konsep industrialisasi produk yang dihasilkan koperasi berstandar global. Produk beras juga bukan hanya sekedar beras, jagung bukan sekedar jagung. Sehingga produk turunan hasil pertanian yang dapat dieskpor lebih banyak dan lebih bernilai dari sebelumnya. Produk-produk yang dihasilkan mampu masuk dalam global value chain.

Sebagai contoh di Belanda, dengan kuatnya agrikultur di Belanda maka perekonomian Belanda saat ini sangat kuat. Begitupun jika Indonesia mengembangkan sektor agrikulur, maka Negara ini akan menjadi kuat. Oleh sebab itu, untuk membuat perekonomian yang kuat di suatu Negara, maka sektor agrikulturnya juga harus kuat.

Perlu adanya Perbaikan Dari Internal Koperasi

Berdasarkan alasan-alasan diatas maka peran koperasi pertanian ini sangat penting bagi peningkatan produksi serta kesejahteraan masyarakat, antara lain:

  1. Melalui koperasi pertanian dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka bauk dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang
  2. Mekanisme pasar terkadang tidak terbentuknya keadilan, koperasi dapat mengupayakan pembukaan dan memberikan akses kepada anggotanya terhadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan dipasar.
  3. Para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan pasca panen sehubungan dengan perubahan permintaan
  4. Berkumpulnya para petani dalam koperasi akan memudahkan dalam mengani risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas, kualitas produk, dan lain-lain.
  5. Petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM
  6. Membuka lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan bagi para petani anggota maupun masyarakat di

Revitalisasi koperasi adalah sebuah usaha, proses, cara atau perbuatan untuk membuat koperasi penting bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Menurut Peraturan Menteri No. 25/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Revitalisasi Koperasi.

panen padi

Pertimbangan adanya peraturan tersebut, Pertama, untuk meningkatkan peran koperasi dalam mewujudkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya, maka koperasi perlu memperkokoh kedudukannya sebagai wadah untuk menghimpun dan menggerakkan potensi ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sehingga koperasi sebagai badan hukum mampu berperan menjalankan usaha yang sehat, kuat, mandiri dan tangguh. Kedua, untuk meningkatkan kesadaran pengurusdan pengelola koperasi untuk melaksanakan langkah-langkah.

Revitalisasi secara terencana, terpadu dan berkelanjutan. Revitalisasi koperasi dirasakan penting untuk dilaksanakan, karena banyak sekali koperasi disetiap daerah yang tidak aktif dan tidak bisa menompang perekonomian bangsa. Beberapa implikasi penting terkait dengan upaya penguatan koperasi petani dalam konteks revitalisasi, antara lain:

  1. Upaya menjernihkan citra koperasi petani di mata masyarakat. hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kampanye atau penyuluhan kepada petani tentang koperasi. Amandemen UU No. 25/1992 dapat dijadikan momentum yang baik dalam proses penjernihan citra ini.
  2. Perlu dilakukannya audit terhadap koperasi pertanian yang saat ini bermasalah. Audit ini dilakukan dengan tujuan untuk penyaringan koperasi yang benar dan sesuai dengan prinsip dan nilai
  3. Pengembangan koperasi pertanian perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan SDM dan ketersediaan sumberdaya yang ada. Pengembangan koperasi single commodity merupakan salah satu terobosan agar permasalahan lebih komplek dan fokus dalam pengembangan koperasi berbasis komoditas
  4. Pengembangan koperasi single commodity ini perlu diikuti dengan pembentukan koperasi sekunder di tingkat nasional dengan pendekatan subsidiaritas. Hal tersebut yang disebabkan kondisi usaha di Indonesia yang tergantung dan ditentukan oleh lobi-lobi ditingkat pusat yang terkadang tidak
  5. Melalui program pendidikan dan pelatihan yang sistematis dan terarah, secara serius perlu dicetak para pemimpin koperasi pertanian yang mampu berperan sebagai wirakoperasi, bukan sebagai manajer koperasi. Hal tersebut agar terwujudnya kesejahteraan anggota dan masyarakat disekitar koperasi tersebut

Koperasi merupakan salah satu lembaga yang sangat penting dan salah satu kunci kesejahteraan masyarakat Indonesia. Adanya koperasi diharapkan bisa menjadi jalan keluar untuk masalah perekonomian Indonesia. Gerakan perkoperasian baik di Indonesia maupun negara lain sudah mulai berkembang ke komoditas atau sektor yang lainnya, selain koperasi memiliki alasan dan peran untuk mengembangkan perekonomian masyarakat.

Perkembangan perkoperasian Indonesia sudah mulai berkembang dengan baik, yang semulanya hanya KUD yang diperizinkan oleh pemerintah kini sudah mulai berkembang koperasi-koperasi yang terfokus kepada satu komoditas saja. Namun, beberapa saat ini banyak sekali koperasi yang mati suri. Oleh sebab itu, dibutuhkannya agenda revitalisasi koperasi Indonesia yang bertujuan untuk membangkitkan dan membangun kembali koperasi yang sebenarnya. Sehingga, koperasi dapat berjalan sesuai dengan aturan dan bisa menyejahterakan masyarakat.


Butuh artikel pertanian atau berita pertanian terbaru lainnya? Langsung saja klik di sini.

Sumber Gambar: Pixabay.com


Penulis: Budi Hartono, S.E., M.Sc

Pekerjaan: Dosen Program Studi Manajemen

Institusi: Universtitas Tidar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.