Miftahul Huda, Rela Berhenti Kerja Kantoran Demi Menjadi Petani Kentang

Miftahul Huda memproduksi benih kentang dan mengedarkannya kepada para petani. Pendapatan petani pun meningkat 400%.

Sejatinya, jiwa Miftahul Huda memang sudah berada di ladang kentang. Namun, pada saat ia sudah menjadi Sarjana Pertanian dari Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB), Huda pun menuruti perkataan ayahnya untuk bekerja di kantoran.

Lalu, Huda diterima untuk bekerja di sebuah produsen benih di Jawa Barat. Karena dalam suara hati Huda ingin sekali menjadi petani, ia hanya bertahan 1,5 tahun bekerja di tempat itu. Pada tahun 2011, Huda keluar dari zona nyamannya dan menjadi petani, sebuah profesi yang dihindari oleh generasi muda.

“Menjadi petani adalah perwujudan dari praktik semua ilmu yang saya dapatkan selama menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal,” kata Huda. Ia pun kembali ke kampung halamannya di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Pada Agustus 2011, Huda menggarap lahan keluarga seluas 5 hektar dan membudidayakan kentang karena petani di desanya kebanyakan berkebun kentang.

Dua bulan pasca-bertani, Huda mengetahui bahwa petani kesulitan memperoleh benih kentang berkualitas. Huda pun mulai bergabung ke dalam kelompok Petani Kentang Dieng. Ia juga berdiskusi dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara. Dari situ, ia mendapatkan informasi kebutuhan benih kentang Kecamatan Batur sebanyak 11.000 ton untuk lahan 8.000 hektar. Akan tetapi, baru 3,6% benih yang bermutu bagus, sisanya adalah benih lokal yang kurang berkualitas dan tidak berlabel.

Kentang

Sebagai petani muda berlatarbelakang pendidikan pertanian, Huda bergerak untuk memecahkan permasalahan itu. Pada 2013, ia mengajak 6 petani muda, Firna Dermanrintha Erawati, Msiwanto, Eka Agus Susilo, Zaenal Abidin, Miftahudin Ahmad, dan Saeful Ahmad untuk membentuk kelompok Dieng Horti Farm (DHF).

Huda mengajak anggota kelompoknya untuk mengembangkan organisasi tanpa bantuan pihak luar. Saat itu, modal awalnya adalah Rp 350.000 per anggota. Mereka menggunakan uang itu sebagai modal pembuatan benih kentang berkualitas. Awalnya, mereka membeli benih terseleksi hasil kultur jaringan dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Jawa Barat dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur.

Selanjutnya, mereka mengembangkan benih itu dan menghasilkan benih baru yang menjadi GO (benih penjenis) dan dinamai benih DHF. Huda dan rekannya menanam GO dan memperoleh G2 yang dijual ke petani seharga  Rp 30.000 per kg. “Respon petani bagus dengan kehadiran benih itu,” kata Huda. Petani menyukai benih DHF lantaran menghasilkan kentang berkualitas. Tandanya adalah daun tanaman masih berwarna hijau segar pada usia 90 hari setelah tanam.

Hasil panen meningkat menjadi sekitar 17 ton per hektar, sebelumnya hanya 11 ton per hektar. Tentu saja pendapatan meningkat drastis. Bandingkan dengan penghasilan petani pengguna benih yang tidak jelas. Miftahul Huda menjadi pemenang bagi para petani kentang di Dieng. Kiprah Huda di bisnis kentang berkembang seiring dengan majunya DHF.

Kelompok itu menghasilkan omzet Rp 10 Juta dari hasil penjualan kentang pada tahun pertama. Pada 2014, DHF menciptakan produk baru berupa zat perangsang akar berbahan organik yang bermerek Bio Root-X. Fungsinya adalah untuk mempercepat pertumbuhan akar dan vegetatif. Penggunaan produk berisi bermacam hormon pemacu pertumbuhan tanaman itu adalah saat aklimatisasi dan pembuatan setek.

Baca Juga: Ekonomi Digital Dapat Bantu Sektor Pertanian

Kentang

Pada 2015, Huda dan anggotanya memproduksi media tanam khusus setek dan aklimatisasi kentang bernama Cocogold. “Omzet kami meningkat lagi hingga Rp 400 juta per tahun,” kata Huda. Kini, mereka memiliki lahan khusus pembibitan kentang seluas 1 hektar. Huda tidak membagi rata keuntungan hasil penjualan produk sesuai kesepakatan anggota kelompok. Mereka menggunakan uang itu untuk membiayai kegiatan DHF seperti pelatihan singkat cara budidaya kentang yang baik dan benar serta cara membuat benih mandiri.

Peserta pelatihan petani tidak dipungut biaya alias gratis. Setelah evaluasi, mereka menyadari bahwa cara pendekatan dan penyampaian materi kurang pas karena masih menggunakan bahasa yang terlalu ilmiah dan berpenampilan resmi. Lalu, mereka pun mengubah penampilan seperti layaknya petani dan penyampaian materi pun menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. Petani pun antusias menyimak materi hingga selesai.

Saking seringnya berkumpul dengan petani kentang, Huda menemukan fakta memprihatikan. Selama ini, petani hanya membedakan jenis pupuk dari warna, tanpa mengetahui nama dan kandungannya. Ketidaktahuan itu berpotensi merugikan petani dan berbahaya bagi lingkungan. Ia menduga para petani hanya mengira-ngira saat menentukan dosis pemupukan. Tindakan itu menyebabkan banyak residu kimia sehingga mengurangi kesuburan tanah.

Baca Juga: Sudahkah Anda Memupuk dengan Dosis yang Tepat?

Setelah mendapatkan penyuluhan dari Huda dan kawannya, akhirnya petani dapat mengidentifikasi pupuk dan pestisida beserta zat aktifnya. Selain petani, peserta pelatihan juga ada anak-anak dan para remaja agar mereka mengenal dunia pertanian. Huda dan rekannya khawatir minat generasi muda berkecimpung di pertanian semakin menurun.

Melihat keseriusan DHF dalam memberdayakan masyarakat, Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara membantu kegiatan kelompok itu berupa penggunaan rumah tanam di dekat ibukota Kecamatan Batur. “Kami menggunakan tempat itu sebagai pusat kegiatan pembenihan,” kata Huda. Kini, Balitsa pun menggandeng DHF dalam proyek penelitian pencarian varian kentang baru yang berproduktivitas tinggi dan tahan hama. Harapannya, kentang baru itu bermanfaat untuk petani kentang di tanah air.

Klik & Baca: Cerita Petani Muda Buah Naga

Penulis: Yusril Wicaksana


Ingin menjual hasil panen kamu langsung ke pembeli akhir? Silahkan download aplikasi Marketplace Pertanian Pak Tani Digital di sini.

Butuh artikel pertanian atau berita pertanian terbaru? Langsung saja klik di sini.

One thought on “Miftahul Huda, Rela Berhenti Kerja Kantoran Demi Menjadi Petani Kentang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.