Startup Sosial Petani Indonesia
Mau tau informasi mengenai dampak marginalisasi perempuan? Berikut Pak Tani Digital akan membagikan informasi mengenai hal tersebut. Simak ulasannya!
Marginalisasi Petani Perempuan

Baca juga: Petani Ciptakan Beras Sehat Ramah Lingkungan
Riset global dari Coveta AgriscienceTM, platform berbasis website yang menghubungkan konsumen dengan informasi seputar pertanian, menunjukkan bahwa diskriminasi gender di pertanian.
Masih ditemukan di 17 negara di seluruh dunia dengan rentang 78% perempuan di India sampai dengan 52% di Amerika Serikat mengalami diskriminasi.
Dan ketidaksetaraan gender ini jga terjadi di Indonesia khususnya sektor pertanian, seperti halnya perempuan petani di Pare, Kabupaten Kediri
Dan di Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dan perempuan peternak di Ngantang dan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Marginalisasi (pembatas) ini terjadi karena adanya hambatan kultural dan psikologis. Dari segi aspek kultural umumnya petani perempuan terlibat dalam proses produksi mulai dari penyiapan bibit, penanaman, penyiraman, panen, dan pemasaran produk.
Namun tidak ikut dalam dalam penyiapan lahan dan pemupukan karena pekerjaan ini membutuhkan tenaga yang besar sehingga lebih banyak dikerjakan oleh laki-laki.
Aspek Kultural
Khusus di Leces, karakter budaya perempuan suku Pendalungan sebagai pekerja keras membuat mereka aktif terlibat dalam semua tahapan produksi bawang merah
Dan membentuk cara kerja yang spesifik. Namun dengan hal ini membuat petani kurang membuka pintu bagi pengetahuan dan informasi baru tentang cara bertani bawang merah.
Di Karangploso (Kabupaten Malang), budaya beternak sapi perah hanya diturunkan kepada anak laki-laki, sehingga perempuan tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang peternakan.
Kami juga menemukan bahwa perempuan menunjukkan potensi melakukan terobosan melalui aktivitas kolektif dengan membentuk kelompok perempuan peternak.
Seperti yang terjadi pada perempuan peternak sapi perah di Ngantang yang memperoleh penghasilan tambahan dengan menjadi pemasok pabrik susu.
Baca juga: Semangat Bisnis Ekspor Petani Muda dari Bali
Aspek psikologis
Konstruksi budaya yang menjadi hambatan besar bagi perempuan petani untuk mendapatkan hak yang setara dalam sektor pertanian memengaruhi mereka secara psikologis.
Petani merasa sungkan untuk mengikuti program-program penyuluhan dari pemerintah karena yang hadir mayoritas laki-laki.
Padahal, mereka memiliki peran yang vital dalam hampir semua tahapan proses produksi. Hal ini menyebabkan perempuan tidak bisa berkembang dengan banyaknya kesempatan untuk menjadi keluarga petani yang lebih sejahtera.
Upaya yang Harus Dilakukan

Dengan melihat kejadian ini, maka perlu adanya transformasi kebudayaan, baik melalui upaya-upaya yang bersifat intervensi maupun partisipasi.
Upaya dalam kolektivitas perempuan bisa menjadi pintu masuk strategis baik bagi kedua upaya tersebut. Bentuk semacam ini bisa berupa pembentukan kelompok atau grup petani atau peternak yang beranggotakan perempuan.
Adanya kelompok perempuan peternak, mendorong mereka untuk melakukan terobosan-terobosan yang bisa meningkatkan penghasilan.
Kepercayaan diri mereka dan menyadari pentingnya peran mereka yang setara dengan laki-laki seperti sebagai penyumbang ekonomi pedesaan, bukan hanya sebagai pelengkap.
Itulah informais mengenai marginalisasi petani perempuan. Smeoga informasi yang diberikan dapat bermanfaat ya sobat PTD!
Baca juga: Nilai Ekspor Meningkat, Kesejahteraan Petani Pun Meningkat
Sumber: The Convertation
Ingin menjual hasil panen kamu langsung ke pembeli akhir? Silahkan download aplikasi Marketplace Pertanian Pak Tani Digital di .
Butuh artikel pertanian atau berita pertanian terbaru? Langsung saja klik di