Startup Sosial Petani Indonesia
Sektor perikanan dan pertanian di Indonesia terus berkembang dengan mencoba berbagai metode untuk memperoleh hasil yang maksimal. Salah satu inovasi yang cukup menarik dari kedua sektor ini adalah “Mina Padi”, bentuk integrasi antara pertanian dan perikanan yang dikembangkan dalam satu lahan saja.
Mina Padi dapat dikatakan sangat menguntungkan para petani, karena dapat meningkatkan omset hingga tiga kali lipat dari pertanian biasanya.
Salah satu petani yang menggunakan metode Mina Padi adalah Sigit Paryono, yang memiliki lahan di Dusun Cibluk, Margoluwih Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sigit mengintegrasikan lahan pertaniannya dengan peternakan Ikan Nila dan Emas.
Baca: STOP Bakar Jerami di Sawah, Ini Alasannya
“Kalau padi biasa (keuntungan) per 1.000 (meter) itu sampai 1,5 sampai 2 juta itu sudah bagus, untuk mina padi keuntungan 4-5 juta jadi sekitar 3 kali lipat,” jelas Sigit.
Bahkan , Sigit pernah mendapatkan keuntungan sebesar 120 juta rupiah dari satu hektar sawah yang dimilikinya. Perkiraannya, dengan menjalankan sistem Mina Padi pendapatan petani bisa meningkat hingga 60 juta rupiah per hektar.
Selain keuntungan finansial, sistem Mina Padi juga memberikan banyak keuntungan lainnya.
- Pertama, petani tidak akan sepenuhnya rugi ketika terjadi gagal panen, karena masih bisa mengeruk keuntungan dari budidaya ikan di lahannya.
- Kedua, harga jual padi hasil sistem Mina Padi akan lebih mahal, karena tidak menggunakan pupuk kimia. Dengan pendekatan ekosistem, sistem ini akan meningkatkan kualitas padi tanpa adanya pestisida.
- Kualitas padi hasil Mina Padi juga memiliki kadar glukosa yang lebih rendah dari padi biasanya, sehingga cocok dikonsumsi oleh pengidap diabetes.
- Keuntungan ketiga yang dapat diberikan dari sistem ini adalah tidak adanya hama wereng dan tikus, sehingga kualitasnya akan terjamin. Hanya saja ancaman dari sistem ini adalah berang-berang yang seringkali menyerang ikan-ikan dan merusak tanaman padi.
Namun sistem Mina Padi yang menguntungkan ini masih jarang dilirik oleh petani konvensional. Hal ini disebabkan karena sistem ini akan lebih menyita waktu dan uang.
Cara kerja Mina Padi bisa dibilang cukup berbeda dengan yang konvensional, karena harus mampu memberi pakan dengan tepat dan juga mengamati kedalaman kolam agar tetap sesuai.
Baca: 5 Dampak Berbahaya, Stop ‘Kecanduan’ Pupuk Kimia!
Menurut Sigit, beberapa petani yang mencoba sistem ini justru mengalami kerugian karena tidak tahu cara merawatnya.
Petani Mina Padi juga harus rutin mengawasi sistem pengairan dilahannya, karena kedalaman kolam menjadi kuncinya.
“Kan kita keluar cari air, kita isi penuh (kolam) yang mina padi ini, kalau petani biasa kan lihat sawah seminggu sekali, agak susah kalau ga tekun,” kata pria yang semula merupakan peternak ikan ini.
Selain itu modal awal Mina Padi juga lebih tinggi dibandingkan dengan yang konvensional. Setidaknya petani membutuhkan modal 8 juta untuk membeli bibit dan membuat kolam.
Itulah mengapa beberapa petani masih belum berani mencoba sistem yang jauh lebih menguntungkan ini.
Sistem pertanian Mina Padi ini dilihat oleh pemerintah sebagai langkah strategis dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Baca: Fakta tentang Padi (Beras) di Indonesia
Oleh karenanya Kementerian Kelautan dan Perikanan beserta badan pemerintah lainnya sejak tahun 2015 bekerjasama dengan Badan Pangan Dunia FAO untuk mengembangka sistem pertanian ini di wilayah Sleman dan Kabupaten Limapuluh, Sumatera Barat. Kini sistem pertanian ini mulai menyebar dan dikembangkan di wilayah lainnya seperti Jawa Barat dan Sumatera Barat.
Keren kan? bagaimana menurut kamu tekhnik bertani sekaligus beternak dengan Mina Padi? Yuk share jawaban kamu di laman komentar.
Source : bbc.com