Startup Sosial Petani Indonesia
Teman-teman tahukah kamu bahwa setiap tanggal 24 September kita selalu memperingati Hari Tani Nasional? Menurut kamu apakah pentingnya peringatan ini? Apakah hanya sekedar peringatan ataukah memiliki moment penting? Yuk simak ulasan tentang sejarah Hari Tani Nasional yang sesungguhnya dibawah ya sobat PTD!
Tahukah kamu? Penetapan Hari Tani Nasional dilakukan melalui Kepres RI No. 169 tahun 1963 loh.
Hari Tani Nasional merupakan sejarah untuk mengenang bagaimana perjuangan kaum petani hingga pembebasan mereka dari penderitaan.
Dari sejarah itu, ditetapkanlah Hari Tani pada tanggal 24 September dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pada tahun 1960.
Baca Juga : Ini Pesan Gubernur BI Kepada Petani dan Nelayan
Kemudian hari tersebut menjadi tonggak sejarah bangsa dalam memandang arti penting petani dan hak kepemilikan atas tanah, serta keberlanjutan masa depan agraria di Indonesia.
Kepedulian negara terhadap hidup rakyatnya, terutama kehidupan para petani mulai diwujudkan. Mengingat Indonesia adalah negara agraris dan mayoritas rakyatnya adalah petani.
Nah bagaimanakah sebenarnya sejarah Hari Tani Nasional dapat dibentuk?
Sejarah Hari Tani Nasional
1. Awal Perjuangan
Terlepasnya Indonesia dari tangan kolonial Belanda membuat pemerintah Indonesia berusaha untuk merumuskan UU Agraria baru untuk mengganti UU Agraria bekas kolonial.
Di tahun 1948, Yogyakarta waktu itu adalah ibu kota Republik Indonesia. Para panitia penyelenggara pun membentu panitia agraria Yogya, namun usaha itu gagal akibat gejolak politik yang terjadi.
Usai menggelar Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 silam. Atas persetujuan antara pemerintah RI dan Belanda, kedaulatan politik negara Indonesia telah diakui dan ibukota RI juga dikembalikan ke Jakarta.
Setelah itu, dibentuklah kembali Panitia Agraria Jakarta pada tahun 1951. Namun usaha itu gagal dan tersendat. Oleh sebab itu diteruskan kembali oleh berbagai panitia penerus, yaitu :
- Panitia Soewahjo (1955).
- Panitia Negara Urusan Agraria (1956).
- Rancangan Soenarjo (1568), dan
- Rancangan Sadjarwo (1960).
2. Sisa Kolonial Yang Harus Dibersihkan
Tahukah kamu? Belanda ternyata tidak rela loh Irian Barat jatuh ke tangan Indonesia. Oleh sebab itu Belanda terus mengulur waktu penyelesaian. Oleh karena itu Indonesia secara gamblang membatalkan perjanjian KMB secara sepihak di tahun 1956 hingga melakukan nasionalisasi perkebunan asing.
Setelah itu, RI mengeluarkan UU No. 1 tahun 1958 tentang penghapusan tanah-tanah partikelir.
Baca Juga : Polemik Kenaikan Cukai Rokok 2020 dan Nasib Petani
Tanah tersebut oleh penguasa kolonial disewakan atau dijual kepada orang-orang kaya, dengan disertai hak-hak pertuanan (landheerlijke rechten). Hak pertuanan artinya sang tuan tanah berkuasa atas tanah, beserta orang-orang di dalamnya. Misalnya, hak mengangkat dan memberhentikan kepala desa, menuntut rodi atau uang pengganti rodi, dan mengadakan pungutan-pungutan. Hak dipertuanan itu seperti negara dalam negara.
Dengan diberlakukannya UU no 1 tahun 1958 itu, segala hak pertuanan tanah hanya boleh dimiliki oleh negara.
Setelah itu segala upaya pengambilan lahan asing kembali ke tangan rakyat atau petani lewat ganti rugi. Hal ini membuat reformasi agraria dikoordinasikan dengan pemerintah lewat ganti rugi untuk meminimalisasi terjadinya konflik.
3. Pembaharuan RUU Agraria
Setelah 12 tahun berlalu, pada tahun 1959 melalui prakarsa Menteri Pertanian , Soenaryo akhirnya RUU Agraria pun mulai dikerjakan. Rancangan Undang-Undang tersebut digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) yang dipimpin oleh Zainul Arifin.
Mr. Sardjarwo selaku menteri pertanian pada saat itu mengatakan bahwa perjuangan perombakan hukum agraria erat sekali dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam melepaskan diri dari penjajah. Hal ini disampaikan olehnya pada sidang DPR-GR pada tanggal 12 september 1960.
Tak lama kemudian, 24 September 1960, RUU disetujui oleh DPR sebagai UU no 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan ini dikenal juga sebagai Undang-Undang Pembaruan Agraria (UUPA).
Kelahiran UUPA merupakan titik awal kelahiran hukum pertanahan yang baru mengenai penggantian produk agraria kolonial.
4. Mengenal Prinsip UUPA
Pada tahun 1960, UUPA merupakan payung hukum (Lex Generalis) bagi pengelolaan kekayaan agraria nasional.
Dimana Kekayaan agraria nasional tersebut mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi “bumi dan air dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Baca Juga : Mengenal Kedelai Biosoy, Kedelai Unggulan Balitbang yang Digemari Petani
Lahirnya undang-undang ini dari semangat perlawanan terhadap kolonialisme karena telah merampas hak asasi rakyat Indonesia selama berabad-abad dalam Agrariche Wet 1870.
UUPA juga berprinsip untuk menempatkan tanah untuk kesejahteraan rakyat. UUPA mengatur pembatasan penguasaan tanah, kesempatan sama bagi setiap warga negara untuk memperoleh hak atas tanah, pengakuan hukum adat, serta warga negara asing tak punya hak milik.
Penetapan UUPA yaitu tanggal 24 September menjadi moment kelahiran Hari Tani Nasional.
Nah itu dia ulasan artikel pertanian mengenai Sejarah Hari Tani Nasional, sekarang akhirnya kamu tahukan sobat PTD? Yuk bagikan informasi ini ke kerabat kamu ya.
Baca Juga : Tantangan Pertanian Organik di Indonesia
Ingin menjual hasil panen kamu langsung ke pembeli akhir? Silahkan download aplikasi Marketplace Pertanian Pak Tani Digital di .
Butuh artikel pertanian atau berita pertanian terbaru? Langsung saja klik di .