Apakah kamu sudah mengetahui cara mengelola pengairan sawah untuk antisipasi kekeringan?
Saat ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh petani untuk terus mengelola lahan pertaniannya, mulai dari fluktuasi harga komoditas pertanian, persaingan dengan produk impor, teknologi yang kurang memadai, bahkan hingga fenomena alam.
Fenomena alam yang sering terjadi dan menghambat petani dalam berproduksi adalah kekeringan. Sudah dapat dipastikan bahwa harga komoditas pertanian cenderung naik saat kemarau berkepanjangan (kekeringan) dibandingkan saat musim hujan dimana petani dapat berproduksi secara serempak. Oleh sebab itu, perlu adanya antisipasi untuk menghadapi kekeringan tersebut.
Meskipun Indonesia termasuk negara dengan sumber daya air yang besar, banyak sungai, dan curah hujan yang tinggi, infrastruktur pengairan sawah di Indonesia seperti waduk tergolong sedikit jika dibandingkan dengan negara lain. Waduk-waduk itu pun kebanyakan merupakan peninggalan Belanda.
Lalu, bagaimana petani dapat menyikapinya? Simak uraian berikut!
Menampung Air Hujan
Selama musim hujan, sebaiknya petani menampung air hujan sebagai antisipasi sehingga air hujan yang ditampung tersebut dapat digunakan pada saat musim kemarau yang akan datang.
Saat ini, UGM sudah memiliki penampung air hujan yang diberi nama Gama Rainfilter, mengutip dari detik.com, harganya sekitar 2 juta rupiah. Selain itu, air hujan dapat ditampung di PAH (Penampungan Air Hujan).
Baca juga: 4 Inovasi Pertanian oleh Mahasiswa UGM
Menanam Tanaman yang Tahan Kekeringan
Petani harus mengetahui tanaman apa yang cocok ditanam pada saat musim kemarau karena setiap tanaman memiliki syarat hidup masing-masing. Jika petani mengetahui tanaman apa saja yang mampu hidup dengan kondisi sedikit air, maka petani dapat mengurangi resiko gagal panen. Petani juga tidak akan terlalu direpotkan dengan masalah pengairan sawah.
Selain itu, petani harus memberikan jarak yang cukup antar tanaman yang dibudidayakan pada lahan kering untuk mencegah kompetisi air antar tanaman. Contoh tanaman yang dapat dibudidayakan pada lahan kering, antara lain timun, jagung, dan bendi.
Menggunakan Metode Irigasi Tetes
Irigasi tetes dapat memaksimalkan penggunaan air karena pada metode irigasi ini, air dibiarkan menetes pelan-pelan ke akar tanaman. Metode irigasi tetes memiliki efisiensi paling tinggi dibandingkan dengan metode irigasi lainnya, yaitu sekitar 70-80% dibandingkan dengan irigasi terbuka yang memiliki tingkat efisiensi 40%.
Sebenarnya, metode irigasi tetes ini sudah ada sejak zaman kuno. Namun, teknologi irigasi tetes modern kemudian dikembangkan oleh tokoh berkebangsaan Israel yang bernama Simcha Blass.
Baca juga: Mengenal Hidroponik Sistem Tetes dan Cara Membuatnya
Menggunakan Pompa Air
Sistem irigasi tetes dapat diaplikasikan dengan adanya gaya gravitasi. Namun, jika air tersebut berasal dari sungai atau sumur, petani harus menampungnya pada tangki atau tandon yang biasanya diletakkan di tempat yang lebih tinggi. Dari ketinggian itulah. air dialirkan ke tanaman. Untuk dapat menaikkan air ke tandon, tentunya petani membutuhkan pompa air.
Mencegah erosi
Di lahan yang datar, petani dapat membuat bedengan. Bedengan ini dapat mencegah erosi dan menahan air di sekitar tanaman. Sementara pada daerah lereng bukit, lahan pertanian dibuat terasering untuk menghambat erosi.
Mengurangi Penguapan
Penguapan dapat dikurangi dengan menggunakan mulsa organik ataupun terpal plastik. Selain mengurangi penguapan, penggunaan mulsa juga akan menghambat pertumbuhan gulma, sehingga hal tersebut dapat mengurangi beban petani dalam menyiangi gulma.
Meningkatkan Penyimpanan Air Tanah
Ketika lahan dapat mempertahankan air dengan baik, membiarkan lahan kosong atau tidak ditanami beberapa saat di musim kering dapat memungkinkan lahan tersebut menyerap air yang cukup untuk masa budidaya berikutnya.
Nah, itulah hal-hal yang dpat diterapkan untuk mengelola pengairan sawah di tengah kekeringan. Semoga bermanfaat!
Baca: Cara Mempertahankan Kesuburan Tanah yang Efektif
Sumber gambar utama: sindonews.com
Penulis: Nevy Widya Pangestika
Mahasiswa Agroekoteknologi Universitas Udayana
Sudah download aplikasi Pak Tani Digital? Klik di